BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen
pendidikan. Peningkatan kualitas manajemen pendidikan yang di lakukan
untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih berkualitas secara keseluruhan.
Berkaitan dengan masalah ini, peningkatan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:
Manajemen Pendidikan yang diharapkan menghasilkan pendidikan
yang produktif, yaitu efektif dan efisien, memerlukan analisis
kebudayaan atau nilai-nilai dan gagasan vital dalam berbagai dimensi
kehidupan yang berlaku untuk kurun waktu yang cukup di mana
manusia hidup (Engkoswara dalam Cut Zahri Harun,
2001:2).
Berdasarkan pandangan di atas maka kualitas pendidikan dapat dilihat
dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan, baik produk dan
jasa maupun pelayanan yang mampu bersaing di lapangan kerja yang ada dan
yang diperlukan. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dapat dilakukan
melalui peningkatan kualitas pendidikan.
Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia
pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil- hasil pembangunan
pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia
pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang
kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan
penyesuaian Pendidikan Nasional sehingga dapat mewujudkan proses
pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan
atau keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan
partisipasi masyarakat.
Melihat perkembangan zaman sekarang ini jauh lebih berkembang dari sebelumnya. Khususnya pada bidang Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) , yang mana hal tersebut sangat terkait dengan perkembangan ilmu bahasa dan ilmu hitung-menghitung. Ilmu bahasa disini bukan semata-mata kita berkembang dalam hal bahasa yang biasa kita gunakan setiap hari tetapi ilmu bahasa ini justru lebih mendalam , singkat dan pasti serta dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehrai-hari.
Ilmu pengetahuan alam pada hakekatnya adalah ilmu yang mempelajari
fenomena-fenomena di alam semesta. Ilmu pengetahuan alam memperoleh
kebenaran tentang fakta dan fenomena alam melalui kegiatan inkuiri. Ilmu
pengetahuan alam berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip dan juga proses
penemuan itu sendiri. Penemuan diperoleh melalui kegiatan eksperimen yang dapat dilakukan di Laboratorium maupun di alam bebas
Kegiatan pengajaran di Sekolah merupakan bagian dari kegiatan
pendidikan pada umumnya, yang secara otomatis berusaha untuk membawa
siswa untuk menuju keadaan yang lebih baik. Dalam proses belajar mengajar
diperlukan seorang guru dalam menyampaikan materi pe lajaran di depan
kelas, karena setiap siswa memiliki kemampuan dan taraf berfikir yang
berbeda sehingga dengan ketrampilan dan keahlian itu menguasai pelajaran
sesuai dengan target yang telah ditempuh dalam kurikulum. Hubungan timbal
balik antara guru dan siswa dapat terjadi jika dalam proses belajar mengajar
guru berperan sebagai perencana, sekaligus pelaksana dalam mengajar
sehingga guru dapat mengetahui kesulitan yang dialami oleh siswa.
Dalam makalah ini merumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut:
Makalah ini dibuat dengan Tujuan Sebagai Berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 . Peran Guru dalam Pembelajaran IPA
Sebagai konsekuensi dari PBM yang berpusat pada siswa, guru dapat berperan sebagai: Penyampai (Sumber) Informasi
Guru dapat berperan sebagai sumber informasi dituntut untuk mengua-sai materi pelajaran dan memiliki wawasan yang luas, sehingga seorang guru dituntut untuk terus belajar, tidak berhenti sampai menguasai. Seorang guru dituntut harus mampu menginformasikan materi tersebut agar dapat dikuasai oleh siswanya. Karena itu seorang guru harus dapat memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar untuk memperjelas informasi yang disampaikan kepada siswa. Berperannya guru sebagai sumber informasi porsinya sangat tergantung pada tingkatan pendidikan.
Pada pembelajaran MIPA siswa dapat langsung melihat fenomena alam, sehingga seorang guru MIPA harus siap dengan pengetahuan dan wawasan tambahan yang memadai.
Pengelola Lingkungan Belajar
Peran guru adalah sebagai pengelola lingkungan berlajar, karena itu gu-ru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar siswa dapat belajar secara optimal. Lingkungan belajar yang secara resmi menjadi tanggung jawab guru MIPA tidak hanya meliputi kelas dengan batas-batas berupa dinding kelas atau laboratorium, tetapi juga lingkungan sekitar/alam jagat raya.
3. Fasilitator Pembelajaran
Guru sebagai fasilitator pembelajaran, artinya guru tersebut harus dapat menjembatani interaksi belajar antar siswa. Di samping itu guru juga dapat memberikan berbagai fasilitas lainnya yang diperlukan bagi siswa, antara lain berupa alat antu atau media pembelajaran yang menunjang, serta melengka-pi fasilitas yang diperlukan untuk terjadinya pembelajaran yang optimal, mi-salnya pada pembelajaran MIPA, terdapat kegiatan eksperimen yang dilaku-kan di laboratorium, maka guru harus menyiapkan fasilitas-fasilitas untuk ke-berlangsungan kegiatan eksperimen.
4. Evaluator
Guru harus mampu menyiapkan alat evaluasi, melakukan evaluasi, me-ngolah data evaluasi dan sekaligus mengambil keputusan dan kebijakan dari hasil evaluasi yang dilakukan. Evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi untuk perbaikan proses pembelajaran maupun evaluasi untuk mengetahui keberha-silan belajar siswanya.
D. Pendekatan dan Metode dalam Pembelajaran
Penentuan pendekatan dan metode yang dipilih tergantung pada tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan disajikan. Artinya suatu materi tidak hanya dapat disajikan dengan satu pendekatan atau metode saja. Pembelajar-an dengan menggunakan banyak metode akan menunjang pembelajaran yang lebih bermakna.
Pendekatan (approach) lebih menekankan pada strategi dalam perenca-naan, sedangkan metode (method) lebih menekankan pada teknik pelaksana-annya. Kemampuan seorang guru memilih pendekatan dan metode yang se-suai untuk suatu proses pembelajaran tidak terlepas dari penguasaan guru ter-sebut terhadap materi yang akan diajarkan dan pemahamannya terhadap sifat dari pendekatan dan metode yang akan digunakan.
Strategi Pembelajaran IPA
Beberapa pendekatan yang dianjurkan untuk digunakan dalam pembela-jaran IPA diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan Inkuiri
Pembelajaran IPA berbasis inkuiri dideskripsikan dengan mengajak sis-wa dalam kegiatan yang akan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA sebagaimana para saintis mempelajari dunia alamiah.
Trowbridge, et al. (1973) mengajukan tiga tahap pembelajaran berbasis inkuiri. Tahap pertama adalah belajar diskoveri, yaitu guru menyusun masa-lah dan proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alterna-tif. Tahap kedua inkuiri terbimbing (guided inquiry), yaitu guru me-ngajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya. Tahap ketiga, adalah inkuiri terbuka (open inquiry), yaitu guru hanya memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya.
Siswa mengikuti de-ngan tepat instruksi guru untuk menyele-saikan kegiatan hands-on dengan sempurna. ←→ Siswa mengembangkan cara kerja untuk menye-lidiki pertanyaan yang dipilih/diberikan guru. ←→ Siswa menurunkan per-tanyaan tentang topik yang dipilih guru dan merencanakan sendiri penyelidikannya.
Menurut NRC (1996) pembelajaran berbasis inkuiri meliputi kegiatan observasi, mengajukan pertanyaan, memeriksa buku-buku dan sumber-sum-ber lain untuk melihat informasi yang ada, merencanakan penyelidikan, me-rangkum apa yang sudah diketahui dalam bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis dan interpretasi data, mengajukan jawaban, penjelasan, prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Dari pandang-an pedagogi, pengajaran IPA berorientasi inkuiri lebih mencerminkan model belajar konstruktivis. Belajar adalah hasil perubahan mental yang terus mene- rus sebagaimana kita membuat makna dari pengalaman kita.
Menurut NSTA & AETS (1998) jantungnya inkuiri adalah kemampuan mengajukan pertanyaan dan mengidentifikasi penyelesaian masalah. Karena itu dalam pembelajaran seharusnya guru lebih banyak mengajukan pertanya-an open ended dan lebih banyak merangsang diskusi antar siswa. Keterampil-an bertanya dan mendengarkan secara efektif penting untuk keberhasilan me-ngajar.
Selain itu inkuiri memerlukan keterampilan dalam menganalisis data dan menilai hasil untuk mendapatkan kesimpulan yang valid dan masuk akal. Sis-wa IPA seharusnya diberi kesempatan untuk menganalisis data selama pembe-kalannya. Mereka seharusnya memperoleh tingkat kecakapan yang memadai dalam mengumpulkan dan menganalisis data dalam berbagai format (terbuka dan tertutup) dan dapat menggunakan kriteria ilmiah untuk membedakan ke-simpulan yang valid dan tidak valid.
Dalam konteks inkuiri, assesmen yang dilakukan adalah berbasis kelas dengan harapan dapat mengambil pandangan yang luas dari pengalaman be-lajar siswa. Assesmen dalam pembelajaran berbasis inkuiri berbeda dari as-sesmen tradisional (NRC, 2000). Untuk memahami kemampuan siswa dalam berinkuiri dan memahami prosesnya dapat dilakukan baik berdasarkan pada analisis kinerja di dalam kelas maupun pada hasil kerja mereka. Kemampuan siswa yang seharusnya dinilai adalah kemampuan dalam mengajukan perta-nyaan yang dapat diteliti, merencanakan investigasi, melaksanakan rencana penelitiannya, mengembangkan penjelasan yang mungkin, menggunakan da-ta sebagai bukti untuk menjelaskan atau untuk menolak penjelasan, dan la-poran penelitiannya (NRC, 2000).
Pada saat siswa melakukan kegiatan inkuiri guru melakukan observasi untuk setiap kinerja siswa, seperti presentasi siswa di kelas, interaksi dengan teman, penggunaan komputer, penggunaan alat-alat laboratorium. Guru juga mempunyai hasil kerja siswa secara individual meliputi draft pertanyaan pe-nelitian, kritik dari siswa-siswa lain, dan jurnal siswa. Observasi kinerja sis-wa dan hasilnya adalah sumber data yang kaya untuk guru membuat inferensi tentang setiap pemahaman siswa tentang inkuiri ilmiahnya (NRC, 1996).
2. Pendekatan Salingtemas
Untuk mewujudkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat dan ling-kungan, pembelajaran IPA dikembangkan dengan pendekatan sains, lingkung-an, teknologi dan masyarakat (salingtemas). Dalam proses pembelajarannya, IPA tidak hanya mempelajari konsep-konsep tetapi juga diperkenalkan pada aspek teknologi dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat serta bagaimana akibatnya pada lingkungan.
Pembelajaran sains dengan pendekatan yang mencakup aspek teknologi dan masyarakat mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara konvensional. Perbedaan tersebut meliputi: kaitan dan aplikasi bahan pe-lajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Dengan mengka-itkan serta mengaplikasikan bahan pelajaran sains ke teknologi dan masyara-kat, diharapkan siswa dapat menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, serta perkembangan teknologi dan relevansinya. De-ngan pengkaitan dan pengaplikasian tersebut kreativitas siswa untuk lebih ba-nyak bertanya dan mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan efek dari ha-sil observasi makin meningkat. Selain itu sikap siswa dalam bentuk kesadar-an akan pentingnya mempelajari sains untuk menyelesaikan masalah yang di-hadapi melalui proses sains yang benar juga meningkat (Poedjiadi, 2000).
3. Pendekatan Pemecahan Masalah
Menurut The National Science Teachers Association (NSTA) tahun 1985, pemecahan masalah merupakan kemampuan yang sangat penting yang harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Pemecahan masalah adalah hasil aplikasi pengetahuan dan prosedur kepada suatu situasi masalah. Ada empat tingkatan dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) definisi masalah, (2) seleksi informasi yang tepat, (3) penggabungan bagian-bagian informasi yang terpi-sah-pisah, dan (4) menilai pemecahan masalah.
Untuk memecahkan suatu masalah pada dasarnya diperlukan pengeta-huan deklaratif, pengetahuan prosedural dan pengetahuan struktural (Gagne, 1977). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang dapat dikomunikasi-kan, misalnya fakta, konsep, aturan, dan prinsip. Pengetahuan prosedural menggambarkan tahap penampilan seseorang dalam menyelesaikan tugas ter-tentu. Pengetahuan struktural merupakan interaksi antara pengetahuan dekla-
ratif dan pengetahuan prosedural dalam situasi memecahkan masalah.
Salah satu cara menilai pemecahan masalah dalam pendidikan sains di-lakukan dengan menggunakan analisis tugas prosedural (Barba & Rubba, 1992). Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa tahapan pemecahan masalah identik dengan tahapan memperoleh pengetahuan yang digunakan oleh para perenca-na sistem pengajaran. Analisis tugas prosedural (procedural task analysis atau task analysis atau task hierarchi analysis), digunakan untuk memecahkan tugas menjadi beberapa komponen, mengorganisasikan hubungan antara ma-sing-masing tugas dan untuk menghasilkan penyelesaian tugas dengan tepat.
Cara penilaian penyelesaian masalah dalam pembelajaran dengan anali-sis tugas adalah: (1) dibuat prosedural tertulis, untuk menentukan pengetahu-an deklaratif atau pengetahuan prosedural yang digunakan subyek dalam me-mecahkan masalah; (2) dibuat rekaman dengan audio/videotape saat subJek memecahkan masalah; (3) dibuat catatan observasi/interview, transkrip dan dicatat variabel-variabel saat pemecahan masalah dilakukan, berdasarkan tu-gas yang menjadi acuan; dan (4) dibuat analisisis akhir.
4. Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS)
Pendekatan KPS merupakan pendekatan pembelajaran yang berorienta-si kepada proses IPA, berupa keterampilan-keterampilan yang dimiliki para ilmuwan IPA untuk menghasilkan produk IPA yang satu sama lain sebenar-nya tak dapat dipisahkan. Keterampilan-keterampilan yang dimaksud dijelas-kan berikut ini (Rustaman, 2003).
a. Mengamati
Untuk dapat mencapai keterampilan mengamati siswa harus mengguna-kan sebanyak mungkin inderanya, yaitu indera penglihat, pembau, pen-dengar, pengecap dan peraba. Dengan demikian ia dapat mengumpulkan dan menggunakan fakta-fakta yang relevan dan memadai.
b. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)
Untuk dapat menafsirkan pengamatan, siswa harus dapat mencatat setiap pengamatan, lalu menghubung-hubungkan pengamatannya sehingga di-temukan pola atau keteraturan dari suatu seri pengamatan.
c. Mengelompokkan (klasifikasi)
Dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti menca-ri perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membanding-kan, dan mencari dasar penggolongan.
d. Meramalkan (prediksi)
Keterampilan prediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi atau belum diamati berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.
e. Berkomunikasi
Untuk mencapai keterampilan berkomunikasi, siswa harus dapat berdis-kusi dalam kelompok tertentu serta menyusun dan menyampaikan lapor-an tentang kegiatan yang dilakukannya secara sistematis dan jelas. Siswa juga harus dapat menggambarkan data yang diperolehnya dalam bentuk grafik, tabel atau diagram.
f. Berhipotesis
Berhipotesis dapat berupa pernyataan hubungan antar variabel atau me-ngajukan perkiraan penyebab terjadinya sesuatu. Dengan berhipotesis terungkap cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.
g. Merencanakan percobaan atau penelitian
Agar siswa dapat merencanakan percobaan, ia harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan. Selanjutnya siswa harus dapat me-nentukan variabel yang dibuat tetap dan variabel yang berubah, menentu-kan apa yang dapat diamati, diukur atau ditulis, serta menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selain itu siswa juga harus dapat menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk menarik kesimpulan.
h. Menerapkan konsep atau prinsip
Dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki, siswa seharusnya da-pat menerapkan konsep tersebut pada peristiwa atau pengalaman baru yang terkait dengan cara menjelaskan apa yang terjadi.
i. Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan dalam mengembangkan keterampilan ini dapat meminta penjelasan tentang apa, mengapa, bagaimana atau menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan tentang latar belakang hipotesis me-nunjukkan bahwa siswa memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya. Dengan mengajukan pertanyaan diharapkan siswa tidak hanya sekedar bertanya tetapi melibatkan proses berpikir.
5. Pendekatan Terpadu (Integrated Approach)
Pendekatan ini intinya adalah memadukan dua unsur pembelajaran atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran dengan prinsip keterpaduan terten-tu. Unsur pembelajaran yang dapat dipadukan dapat berupa konsep dan pro-ses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau suatu metode dengan metode lain. Dengan prinsip keterpaduan antar unsur pembelajaran diharapkan terjadi peningkatan pemahaman ilmu yang lebih bermakna serta peningkatan wawasan dalam memandang suatu permasalahan.
Prinsip keterpaduan dapat diciptakan melalui jembatan berupa tema sen-tral sebagai fokus yang akan ditinjau dari beberapa konsep dalam satu atau beberapa bidang ilmu. Selain itu dapat pula melalui jembatan berupa target perilaku atau keterampilan tertentu yang dibutuhkan bukan hanya oleh satu disiplin ilmu saja.
Keragaman unsur yang dilibatkan dalam pembelajaran dapat memper-kaya pengalaman belajar siswa, kegiatan belajar menjadi lebih dinamis dan menarik serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu apabila pendekatan terpadu ini dilakukan secara sistematis dapat mengefisienkan penggunaan waktu.
Metode Pembelajaran IPA
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA dije-laskan sebagai berikut.
1. Metode Ceramah
Metode ini paling umum dijumpai di sekolah-sekolah di Indonesia, ka-rena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta ti-dak perlu merancang kegiatan siswa. Selain itu metode ceramah dianggap cu-kup efektif untuk digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak, serta bila dituntut untuk menyelesaikan materi pelajaran dalam waktu yang singkat.
Pada metode ceramah guru memberikan penerangan secara lisan kepa-da sejumlah siswa, siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya, dan pada umumnya siswa bersifat pasif. Karena itu, pada umumnya metode ceramah kurang merangsang siswa untuk mengembangkan kreatifitas, mengemukakan
pendapat, serta mencari dan mengolah informasi.
Untuk mengatasi kelemahan pada metode ceramah, biasanya guru me-ngajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa berpikir. Selain itu pe-nyajian bahan ajar harus disampaikan secara sistematis menggunakan bantu-an media yang dapat menarik perhatian siswa.
2. Metode Demonstrasi
Pada metode demonstrasi diperlihatkan suatu proses kejadian atau cara kerja suatu alat kepada siswa. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh gu-ru sendiri, dibantu beberapa siswa, atau dilakukan oleh sekelompok siswa. Pada pelaksanaannya metode ini tidak hanya memperlihatkan sesuatu sekedar untuk dilihat, tetapi banyak dipergunakan untuk mengembangkan suatu pe-ngertian, mengemukakan suatu masalah, memperlihatkan penggunaan suatu prinsip, menguji kebenaran suatu hukum yang diperoleh secara teoretis dan untuk memperkuat suatu pengertian. Metode ini dapat membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan konkrit, sehingga diharapkan dapat difahami secara lebih mendalam dan bertahan lama dalam pikiran siswa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum metode ini dilakukan di antaranya: materi yang didemonstrasikan harus diujicoba terlebih dahulu, tu-juan yang ingin dicapai harus ditetapkan dengan jelas serta demonstrasi yang dilakukan harus dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa.
3. Metode Eksperimen
Mempelajari IPA kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan ke-giatan percobaan di laboratorium. Laboratorium IPA tidak hanya sebatas ru-angan khusus yang dibatasi dinding, tetapi dapat lebih luas mencakup labora-torium terbuka berupa alam semesta. Dalam proses pembelajaran dengan me-tode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan percoba-an sendiri baik secara individual maupun kelompok kecil.
Ada dua istilah berbeda yang sering digunakan berkaitan dengan meto-de eksperimen ini, yaitu praktikum (practical work) dan eksperimen. Prakti-kum lebih cenderung untuk membangun keterampilan menggunakan alat-alat IPA atau mempraktikkan suatu teknik/prosedur tertentu. Sedangkan eksperi-men bertujuan untuk mengetahui/menyelidiki sesuatu yang baru mengguna-kan alat-alat sains tertentu. Baik praktikum maupun eksperimen memegang peranan yang penting dalam pendidikan sains, karena dapat memberikan la-tihan metode dan sikap ilmiah bagi siswa.
Dalam menyusun petunjuk praktikum/eksperimen, guru harus dapat me-nyajikan lembar kerja siswa (LKS) yang mengajak siswa berpikir dalam me-laksanakan tugas prakteknya. Perlu dihindarkan LKS yang berbentuk cookbook, yang petunjuknya begitu lengkap sehingga siswa hanya bekerja seperti mesin dan tidak ada peluang untuk melatih kemampuan berpikir, bersikap dan ber-tindak yang ilmiah dan efektif.
4. Metode Diskusi
Metode ini sangat baik untuk mengembangkan keterampilan siswa da-lam berkomunikasi. Dalam pelaksanaannya terjadi interaksi siswa dengan gu-ru maupun siswa dengan siswa. Menurut Webb (1985), metode diskusi seba-gai pilihan mengajar bertujuan untuk: (1) meningkatkan interaksi antara sis-wa-siswa serta siswa-guru; (2) meningkatkan hubungan personal; dan (3) me-ningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir, serta berbicara menyampaikan pendapat di muka umum.
Diskusi dapat dibedakan menjadi diskusi kelompok dan diskusi kelas. Biasanya diskusi terjadi dengan diawali adanya permasalahan. Permasalahan yang akan didiskusikan dapat dilontarkan guru secara lisan pada awal pembe-lajaran atau dalam bentuk tertulis dalam LKS. Permasalahan yang diberikan dapat sama untuk semua kelompok ataupun berbeda-beda. Hasil diskusi ke-lompok umumnya didiskusikan dalam diskusi kelas.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penggunaan metode dis-kusi, sebaiknya guru menelaah terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai me-lalui pelaksanaan diskusi, serta memilih topik-topik yang sekiranya dapat di-kembangkan melalui metode ini. Selain itu dukungan dan perhatian guru pa-da pelaksanaan diskusi dapat berupa menyiapkan suasana kelas untuk pelak-sanaaan diskusi yang efektif serta menyiapkan dan menggunakan format pe-nilaian dalam pelaksanaaan diskusi.
5. Metode Proyek
Metode ini digunakan untuk menyalurkan minat siswa yang berbeda-
beda. Dalam pelaksanaannya sekelompok anak mendapat tugas untuk menye-lesaikan proyek yang dipilihnya sendiri setelah dikonsultasikan ke gurunya. Tugas guru adalah memberi petunjuk mengenai segala sesuatu yang perlu di-pelajari, dibaca, serta dicari keterangannya.
Suatu proyek harus direncanakan dengan baik meliputi langkah kerja, jadwal penggunaan waktu, dan pembagian tugas dalam kelompok. Penyele-saian suatu proyek dilakukan secara kolaboratif.
Untuk mencapai hasil yang optimal, guru dalam hal pelaksanaan meto-de ini selalu mengevaluasi ketercapaian dari target yang telah dijadwalkan. Pada akhir suatu periode guru harus berusaha memfasilitasi kelompok siswa untuk memamerkan hasil kerjanya kepada kelompok lain, kelas lain atau ling-kungan yang lebih luas lagi.
6. Metode Karyawisata
Lingkungan dan masyarakatnya dapat digunakan untuk area belajar sis-wa, jadi siswa tidak hanya belajar di dalam kelas. Melaksanakan karyawisata adalah suatu cara untuk memperluas pengalaman siswa, berupa kunjungan yang direncanakan ke suatu objek untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memperoleh informasi yang diperlukan.
Suatu karyawisata akan berhasil mencapai tujuan yang diharapkan apa-bila guru mempersiapkan sebaik-baiknya. Untuk itu guru perlu mengetahui apa yang akan dilihat siswa dan informasi apa yang akan didapat. Jika me-mungkinkan guru sebaiknya mengadakan survey awal ke objek karyawisata yang akan dikunjungi, untuk mendapatkan informasi seperlunya mengenai hal-hal yang dapat dimanfaatkan siswa untuk dipelajari. Setelah itu guru me-ngadakan perencanaan pengaturan waktu, jumlah siswa yang akan diikutser-takan, peralatan yang diperlukan, serta bentuk tugas yang diberikan ketika siswa melaksanakan karyawisata. Bentuk tugas tersebut dapat diperuntukkan bagi individual ataupun kelompok.
Hasil dari pelaksanaan karyawisata selain dilaporkan dalam bentuk kar-ya tulis, sebaiknya dibahas dalam diskusi kelas sehingga menghasilkan suatu persepsi yang benar dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Persepsi tersebut terutama merupakan materi penunjang yang dapat memperluas wa-wasan siswa terkait dengan konten dalam materi pembelajaran.
7. Metode Penugasan
Pembelajaran menggunakan metode penugasan berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Belajar mandiri ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Selain ke-mandirian, metode ini juga merangsang siswa untuk belajar lebih banyak dari berbagai sumber, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, serta membi-na kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi.
Pemberian tugas yang dilakukan guru harus terdeskripsikan dengan je-las dan terevaluasi dengan benar. Setelah tugas dievaluasi, guru dituntut un-tuk memberikan timbal balik yang dapat memperbaiki pemahaman ataupun cara penyelesaian masalah yang dimiliki siswa. Apabila tugas harus diselesai-kan secara berkelompok, sebaiknya guru juga mendeskripsikan tugas untuk anggota kelompok agar terhindar adanya siswa yang tidak turut ambil bagian dalam pelaksanaan tugas kelompok.
Dengan metode pemberian tugas, sumber belajar bagi siswa tidak hanya berasal dari guru. Selain itu sumber belajar, khususnya berupa buku pegang-an seharusnya dioptimalkan penggunaannya oleh siswa untuk belajar mandiri melalui tugas belajar yang dikontrol oleh guru.
2.2 Guru Profesional
Berbicara mengenai guru profesional, maka akan dibicarakan pula mengenai kompetensi (competency). Pengertian kompetensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yaitu kemampuan atau kecakapan.
Broke dan Stone (Uzer Usman, 2007:14) mengemukakan bahwa kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.
Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sedangkan Mc. Leod (Uzer Usman, 2007:14) menyebutkan kompetensi sebagai keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.
Sedangkan menurut Mulyasa (2008:26),“Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.”
Dari beberapa pengertian mengenai kompetensi di atas, dapat ditarik garis besar bahwa kompetensi adalah kecakapan atau kemampuan seseorang (profesional) dalam melaksanakan profesinya. Untuk membentuk dan menumbuhkembangkan kompetensi tersebut perlu diadakan upaya-upaya progresif tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
Selanjutnya, setelah berbicara mengenai kompetensi, maka akan ada kaitan yang erat dengan suatu bidang profesi. Sesuatu yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum (Uzer Usman, 2007:14).
Pengertian profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Atas dasar pengertian di atas, dapatlah kita menyimpulkan bahwa pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan keahlian khusus jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Beberapa bidang pekerjaan yang dapat disebut sebagai bidang profesional adalah dokter, guru, hakim, sekretaris, dan lain sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian guru profesional adalah orang yang mempunyai keahlian atau kemampuan khusus dalam bidang keguruan sehingga ia dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan bidang keilmuan yang didapatnya secara maksimal.
Saat ini, untuk menjadi seorang guru yang profesional, seorang guru atau calon guru harus memenuhi standar kompetensi profesional serta mampu meningkatkan kompetensi profesional, di samping kompetensi-kompetensi lain yang tidak kalah penting seperti kompetensi kepribadian, sosial, dan pedagogik. Ketiga kompetensi yang terakhir disebutkan di atas merupakan kompetensi yang terlebih dahulu harus dimiliki seorang calon guru.
Untuk memenuhi kriteria profesional, seorang guru sedikitnya harus menyelesaikan pendidikan strata satu dalam bidang kependidikan atau keguruan. Hal tersebut sekarang sudah merupakan keharusan yang mau tidak mau mesti dipenuhi oleh seorang guru atau calon guru.
Kompetensi profesional (Uzer Usman, 2007:17) yang harus dipenuhi atau dimiliki seorang guru atau calon guru adalah,
menguasai landasan pendidikan, yakni mengenal tujuan pendidikan nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, mengenal fungsi sekolah dalam masyarkat, mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar,menguasai bahan pengajaran, yakni menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan pengayaan,
menyusun program pengajaran, yakni menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar,memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar,
melaksanakan program pengajaran, yakni menciptakan iklim belajar yang tepat, mengatur ruangan belajar, mengelola interaksi belajar mengajar,
menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, yakni menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran, menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Selain harus memiliki standar atau kompetensi profesional, seorang guru atau calon guru juga perlu memiliki standar mental, spiritual, intekektual, fisik dan psikis, sebagai berikut (Mulyasa, 2008:28).
Standar mental; guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
Standar moral; guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
Standar sosial; guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat lingkungannya.
Standar spiritual; guru harus beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. yang diwujudkan dalam ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Standar intelektual; guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
Standar fisik; guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan diri, peserta didik, dan lingkungannya.
Standar psikis; guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesinya.
Kompetensi guru diperlukan untuk dapat menjalankan profesi. Dalam masyarakat yang kompleks seperti masyarakat yang sudah maju dan modern, profesi menuntut kemampuan membuat keputusan yang tepat dan kemampuan membuat kebijaksanaan yang tepat pula. Untuk itu diperlukan banyak keterangan yang lengkap agar tidak menimbulkan kesalahan yang dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat Oleh kerena itu, seorang guru harus memiliki standar kompetensi sesuai dengan tuntutan profesi guru dan tujuan pendidikan nasional.
Standar kompetensi adalah proses pencapaian tingkat minimal kompetensi standar yang dipersyaratkan oleh suatu profesi. Pelayanan pendidikan yang mengglobal menuntut standar profesi yang memenuhi standar nasional dan iternasional. Standar kompetensi dalam program sertifikasi lebih menekankan pada pemberian kompetensi minimal yang dipersyaratkan untuk melakukan unjuk kerja yang efektif di tempat tugas.
Guru dalam era globalisasi memiliki tugas dan fungsi yang lebih kompleks, sehingga perlu memiliki kompetensi dan profesionalisme standar. Kompetensi guru lebih bersifat personal dan kompleks serta merupakan satu kesatuan utuh yang menggaambarkan potensi yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai, yang dimiliki seorang guru yang terkait dengan profesinya yang dapat dipresentasikan dalam kineja guru dalam mengelola pembelajaran di sekolah.
Untuk mendapatkan pengakuan atas keprofesionalannya, maka seorang tenaga pengajar dapat mengikuti sertifikasi. Sertifikasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi di sini dapat diartikan sebagai usaha pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi adalah uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian yang esensial dalam rangka memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi adalah sertifikat kompetensi pendidik.
Wibowo (Mulyasa, 2008:35), mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut.
Melindungi profesi pendidik dan tenaga pendidikan.
Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga pendidikan.
Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.
Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (Mulyasa, 2008:39). Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah adn setifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan simposium. Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun nonkependidikan yang ingin memasuki profesi guru.
Hasil uji kompetensi dapat digunakan untuk mengelompokkan dan menentukan mana guru profesional yang berhak menerima tunjangan profesional, tunjangan jabatan, dan penghargaan profesi serta guru yang tidak profesional yang tidak berhak menerimanya.
Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki minimal lima hal sebagai berikut (Supriadi dalam Mulyasa, 2008:11).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai konsekuensi dari PBM yang berpusat pada siswa, guru dapat berperan sebagai:
Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki minimal lima hal, yaitu :
3.2 Penutup
Semoga penulisan makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan kita terhadap bumi yang kita huni selama ini. Selain itu, diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan pemakalah khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar