Pengertian Manaqib
Didalam kitab al-Iqtibas Min al-Qirthas disebutkan : “Sebaik-sebaik amal adalah membukukan, menyebarluaskan dan mengikuti jejak hidup orang-orang shaleh yang telah dianugerahi karunia besar oleh Allah dengan pengabdian yang luar biasa, mereka dijadikan sebagai para Imam yang perlu diikuti jejak hidupnya.”
Kata “Manaqib” artinya ialah : “Riwayat Hidup”. Dalam penggunaannya biasanya banyak dikaitkan dengan sejarah kehidupan seseorang yang dikenal sebagai tokoh dalam masyarakat, seperti tentang perjuangannya, akhlaknya, silsilahnya dan lain sebagainya.
Di dalam Kamus Al-Munjid, halaman 630, kata “Manaqib” diambil dari kata “manaqibul insan” yang diartikan :
مَا عَـرَفَ بِـهِ مِنَ الْخِـصَالِ الْحَمِيْدَةِ وَاْلاَ خْلاَقِ اْلـجَمِيْلَةِ
“Apa yang dikenal pada diri manusia tentang budi pekertinya yang terpuji dan akhlaknya yang baik.”
Allah menjadikan kisah-kisah orang shaleh sebagai pelajaran untuk mengokohkan iman dan sebagai contoh, suri tauladan bagi orang-orang yang ingin mengikuti jalan petunjuk-Nya, karena itu Allah berfirman :
وَكُلاًّ نَـقُصُّ عَـلَيْكَ مِنْ أَنْـباءِ الرُّسُلِ مَا نُـثَبِّّتُ بِـهِ فُـَؤادَكَ ...
“Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu…” (QS. Hud : 120 )
Selanjutnya Allah SWT berfirman :
ومن ابـا ئـهم وذريـا تـهم و اخوا نـهم واجـتبـيناهم وهديـناهم الى صراط مستـقيم. ذلك هدى الله يـهدى بـه من يشاء من عـباده
“Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi Nabi-nabi dan Rasul-rasul) dan Kami menunjukki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. (QS. Al An’am : 87 – 88)
Didalam kitab “Aslu Risalah” karya Al-Imam Al-Qusyairi disebutkan bahwa, Abul Husain bin Al-Banan berkata : “Seorang tidak dapat mengagungkan kedudukan para Wali, kecuali jika orang itu mempunyai kedudukan di sisi Allah SWT.”
Seorang Shaleh berkata : “Seorang yang selalu memperhatikan sejarah hidup orang-orang shaleh dan para wali, maka hal itu menimbulkan keinginan untuk mencapai kedudukan yang tertinggi disisi Allah dan sekaligus akan timbul keinginan untuk mengejar kekurangan dan keterbatasannya, hingga ia dapat meraih kedudukan tinggi seperti yang dicapai oleh orang-orang shaleh terdahulu.” Syeikh Syarifudin didalam kitabnya “Al-Lathifatul Mardhiyah” berkata : “Seorang yang diberi cahaya petunjuk oleh Allah, jika disebutkan kepadanya sebagian kecil dari sifat-sifat para wali terdahulu, maka hatinya akan tertarik kepadanya dan segera akan timbul rasa cinta kepada mereka.”
Al-Imam Hujjatul Islam Al-Ghozali telah berkata : “Barang siapa yang tidak dapat menjadi seorang wali dari wali-wali Allah, maka hendaklah ia mencintai wali-wali Allah dan mengimani (keberadaan) mereka, semoga ia nanti akan dihimpun bersama orang yang ia cintai.”
Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya jika seorang telah ridha dan senang mengikuti petunjuk dan amalan seorang yang shaleh, maka ia akan semisal dengannya dan seseorang yang mencintai sekelompok orang, maka akan dikumpulkan bersama mereka, sebab seorang akan dikumpulkan bersama dengan orang-orang yang dicintai.”
Didalam Shahih Bukhari disebutkan ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW : “Bilakah tibanya hari kiamat?” tanya Beliau : “Apakah yang telah engkau siapkan untuk menghadapinya?”. Jawab laki-laki itu : “Aku tidak menyiapkan apapun untuk menghadapinya, selain hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya”. Rasul SAW menjawab : “Engkau akan dikumpulkan dengan orang yang engkau cintai.”
Diantara faedah dari mencintai orang-orang shaleh adalah seperti yang diungkapkan oleh Syeikh Abu Shaleh Hamdun bin Amara Al Qishar An Naisaburi : “Barang siapa yang mempelajari sejarah hidup orang-orang shaleh terdahulu, maka ia akan mengetahui segala kekurangannya dan ketinggalannya dan orang-orang yang telah berhasil meraih kedudukan tertinggi.”
Sedangkan bagi orang-orang yang membenci dan memusuhi para wali Allah, maka Allah akan mengumumkan perang kepadanya. Hal ini sebagaimana Sabda Nabi SAW :
ان الله تـعلى قال: من عاد لى وليا فـقد أذنـته بالحرب… (رواه البخارى)
“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman : Siapa memusuhi Wali-Ku, Aku umumkan perang kepadanya...”
Berkaitan dengan uraian diatas, pada kesempatan ini disampaikan manaqib atau riwayat hidup sosok seorang ulama, adda’I ilallah, aulia Allah yaitu Al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah yang berdakwah di Indonesia khususnya di Kota Jambi pada abad ke 12 Hijriah (18 Masehi).
Nasab Al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah
Nasab beliau ra : Husin bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Umar Baraqbah bin Ahmad al-Aksah bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi bin Alwi al-Ghuyyur bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa al-Rumi bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far al-Shaddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein al-Syahid bin Ali bin Abi Thalib binti Sayyidatina Fathimah al-Batul binti Muhammad SAW.
Asal-usul Gelar Baraqbah
Bermula gelar Baraqbah dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Mengenai gelar ini tidak didapat keterangan yang jelas, apakah beliau mempunyai Pundak yang kuat, yang dalam bahasa Arab disebut “Raqbah” atau berhubungan dengan suatu tempat yang terdapat sumur dan pohon kurma dekat kota Tarim yang disebut “Baraqbah”.
Shohibul Manaqib al-Habib Husin adalah putra dari al-Habib Ahmad cucu dari al-Habib Abdurrahman yang wafat pada tahun 1070 hijriyah di negeri Zaila’. Al-Habib Abdurrahman yang merupakan putra dari al-Habib Ahmad cucu dari al-Habib Abdurrahman yang wafat pada tahun 913 hijriyah. Al-Habib Abdurrahman ini putra dari al-Habib Umar Baraqbah penyandang gelar Baraqbah. Al-Habib Umar Baraqbah putra dari al-Habib Ahmad al-Aksah yang wafat pada tahun 814 hijriyah yang merupakan cucu dari al-Habib Muhammad yang bergelar al-Majdub yang terkenal keluasan ilmu dan kewaliannya. Al-Habib Muhammad al-Majdub ini putra dari Sayyiduna as-Syaikh Abdullah Ba’alawi pewaris Masjid Ba’alawi kota Tarim – Hadramaut.
Kehidupannya
Habib Husin bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Umar Baraqbah lahir pada akhir abad 11 Hijriyah (17 Masehi) atau sekitar tahun 1095 H (1683 M) di Tarim, sebuah kota kecil di Negeri Hadramaut yang merupakan kota asal seluruh Bani Alawi yang diberkahi yang merupakan tempat bermunculannya para wali. Pada masa kelahirannya merupakan zaman keemasan dimana saat itu hidup para ulama semisal Al Imam Alqathub Alhabib Abdullah bin Alwi Alhaddad.
Ketika habib Husin bin Ahmad Baraqbah lahir, beliau dibawa oleh ayahnya kehadapan sohibur ratib, quthbil irysad wal bilad : al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad untuk tabarrukan, sebagaimana kebiasaan penduduk Kota Tarim membawa anak mereka yang baru lahir kepada / kehadapan orang alim.
Beliau tumbuh dalam asuhan ayahnya dan dididik dalam lingkungan para ahli ilmu. Waktunya dihabiskan dengan menuntu ilmu pengetahuan agama, mendalami ilmu fiqh madzhab Syafi’i dan menghafal al-Qur’an. Guru utamanya adalah orang tuanya sendiri.
Di masa kecilnya beliau hidup di lingkungan para wali Allah dan para faqih seperti al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Masyhur, al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad, al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfaqih, al-Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan, al-Habib Zainal Abidin bin Musthafa al-Aydrus, al-Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi, Syeikh Muhammad bin Abdullah Bajamal, Syeikh Ahmad bin Abdullah Basyarahil, Syeikh Salim bin Umar Bafadhal, dan lainnya.
Pada saat beranjak dewasa beliau sering hadir pada majlis-majlis ilmu yang ada di Tarim, khususnya majlis ilmu yang diasuh oleh al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad. Selain di Tarim, beliau juga menuntut ilmu di kota-kota lain, seperti : Siwun, Sibam, Taris, Zilak, Sihr dan lainnya.
Akhlaq al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah
Akhlaq beliau adalah sebagaimana akhlaq kakeknya al-Habib Abdullah Ba’alawi bin Alwi al-Ghuyyur bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang memiliki sifat-sifat zuhud, wara’, hafal al-Qur’an, alim, banyak beribadah, semangat dalam mengerjakan amal kebajikan, berkhidmat untuk lingkungannya, selalu disibukkan oleh dzikir kepada Allah SWT, dermawan, tawadhu dalam berbicara, bertindak maupun berpakaian, sehingga beliau tidak terlihat lebih menonjol dari yang lainnya. Jika beliau berkumpul bersama-sama para sahabat dan guru-gurunya, orang tidak mengetahui kalau beliau adalah seorang yang mempunyai kemuliaan yang tinggi, beliau melebur menjadi satu dengan kumpulan jamaah tersebut.
Hijrahnya ke Jambi
Pada sekitar tahun 1120 hijriyah (1710 masehi) al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah meninggalkan Kota Tarim dan melakukan perjalanan menuju Indiabersama saudaranya bernama al-Habib Zein bin Ahmad Baraqbah. Di India mereka berdua berdakwah di beberapa kota seperti Ahmad Abad, Surat, Baijavur dan lain-lain, selanjutnya menetap untuk beberapa waktu di india.
Setelah sekian lama di India, al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah melanjutkan perjalanannya menuju ke Indonesia, sementara saudaranya al-Habib Zein bin Ahmad Baraqbah menetap di India.
Rute perjalanan habib Husin bin Ahmad Baraqbah dari India menuju Kolombo terus ke Aceh. Al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah tiba pertama kali menjejakkan kakinya di tanah Aceh dimana kerajaan Aceh saat itu dipimpin oleh Syarif Ibrahim Jamaluddin dengan gelar Sultan Perkasa Alam. Selanjutnya beliau melanjutkan perjalanannya ke Kota Palembang Darussalam. Latar belakang masuknya habib Husin bin Ahmad Baraqbah ke Palembang disebabkan antara lain : pada masa itu para habaib mendapatkan tempat yang khusus di kesultanan Palembang Darussalam dan juga di kota tersebut terdapat perkampungan alawiyyin.
Al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah tiba di kota Palembang Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1118-1124 hijriyah / 1706-1714 masehi). Al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah tinggal di Kota Palembang dan menikah dengan anak pembesar kesultanan Palembang Darussalam. Hal ini dapat dimaklumi dan juga dibuktikan dengan diberi gelarnya cucu beliau yaitu al-Habib Qasim bin Ali bin Husin Baraqbah sebagai Pangeran oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikromo.
Disekitar medio 1138 Hijriyah al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah memasuki Kota Jambi dan menyebarkan agama Islam selama lebih kurang 35 tahun.
Kepindahan al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah diperkirakan selain untuk tujuan da’wah, juga mempunyai latar belakang lain yaitu agar anak cucu keluarga Baraqbah dapat berkembang biak di Nusantara ini. Ini terbukti dengan keberadaan anak keturunannya yang tersebar di hampir seluruh daerah di Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Penyebaran Keluarga Baraqbah
Bila mengkaji lebih lanjut tentang keturunan Baraqbah di dunia ini, akan didapati bahwa keturunan Baraqbah yang terbanyak jumlahnya hanya di Indonesia saja dibandingkan dengan negeri-negeri lainnya, sehingga di nengeri-negeri lain seperti Tarim-Hadramaut dan Surat-India sangat sedikit dan nyaris tidak ditemukan lagi. Mungkin kita bertanya mengapa hal ini bisa terjadi?
Perpindahan al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah ke Indonesia khususnya Jambi merupakan salah satu anugerah yang amat besar, mengapa demikian? Setelah menelusuri silsilah beliau baik ke atas (ayah dan kakeknya) maupun ke bawah (anak cucunya), didapati mulai dari waliyullah Umar bin Ahmad al-Aksah bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi bin Alwi al-Ghuyyur bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, anak cucu beliau (Habib Umar Baraqbah) banyak memiliki tanda (ض ( yang dalam ilmu nasab berarti tidak mempunyai keturunan. Hal itu terus berlanjut kepada ayah al-Habib Husin yaitu al-Habib Ahmad bin Abdurraham Baraqbah yang memiliki 5 (lima) anak lelaki, yaitu :
1. Zen berada di Surat-India (tidak mempunyai keturunan)
2. Umar berada di Tarim-Hadramaut (tidak mempunyai keturunan)
3. Alwi berada di Tarim-Hadramaut (tidak mempunyai keturunan)
4. Abdurrahman berada di Tarim-Hadramaut (tidak mempunyai keturunan)
5. Husin berada di Jambi-Indonesia (keturunannya tersebar di seluruh nusantara)
Kepindahan anak cucu al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah dimulai pada pertengahan abad ke 18. Pada tahun itu telah bermunculan kerajaan-kerajaan bercorak maritim yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia, seperti Samudera Pasai, Indragiri, Jambi, Demak, Palembang, Banten, Cirebon, Gowa, Banjar, Ternate. Hubungan perdagangan antara Jambi sebagai penghasil lada terbesar di Sumatera Timur dengan kerajaan-kerajaan lainnya, memudahkan persebaran anak keturunan dari al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah ke seluruh antero nusantara.
Di Kota Jambi sendiri, al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah menyebarkan da’wahnya mengajak ummat ke jalan Allah SWT bil hikmah wal mau’izhotil hasanah. Dikarenakan keberadaan beliau sebagai orang yang pertama kali masuk Kota Jambi dari kalangan ahlil bait, maka di tangan beliulah tanggung jawab da’wah kepada ummat disampaikan dengan kesabaran dan kegigihan hingga beliau mendapat tempat dan simpati dikalangan ummat baik masyarakat kecil, menengah maupun penguasanya.
Hidup pada masa itu seorang saudagar kaya keturunan Cina yang tinggal ditengah keluarga istana yang mempunyai anak gadis dari perkawinannya dengan putri kesultanan Jambi. Nama saudagar tersebut yang sekaligus mantu kerajaan Jambi adalah Datuk Sintai. Tergerak di hati Datuk Sintai untuk mengambil mantu al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah untuk dikawinkan dengan putrinya bernama Nyai Resik. Diriwayatkan bahwa selain Nyai Resik, al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah juga menikah dengan 3 (tiga) istri di tempat yang terpisah yang masing-masing mempunyai anak dari perkawinan tersebut.
Al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah (sohibul khol) mempunyai 13 (tiga belas) anak laki-laki dan 3 (tiga) anak perempuan.
13 (tiga belas) anak laki-laki al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah adalah :
1. Zubair wafat pada tahun 1232 hijriyah di kota Surabaya keturunannya tersebar di Surabaya
2. Muhammad wafat pada tahun 1204 hijriyah di kota Jambi keturunannya tersebar di Jambi
3. Abdurrahman keturunannya tersebar di Jambi dan Trengganu
4. Hamid wafat di kota Jambi keturunannya tersebar di Jambi
5. Qasim wafat di kota Jambi keturunannya tersebar di Jambi dan Pontianak
6. Ahmad wafat di kota Kutai keturunannya tersebar di Kutai, Cirebon dan Pekalongan
7. Hamzah wafat di kota Pontianak keturunannya tersebar di Pontianak, Kubu
8. Sya’ban wafat di Siak keturunannya tersebar di Siak, Riau
9. Abdullah wafat di Palembang keturunannya tersebar di Palembang, Jambi
10. Hasan tidak mempunyai keturunan
11. Kholid wafat di kota Jambi keturunannya tersebar di Indragiri
12. Ali wafat di kota Palembang keturunannya tersebar di Palembang, Surabaya, Lampung, Madura, Banjar dan Makasar
13. Hasyim wafat pada tahun 1206 hijriyah.
3 (tiga) anak perempuan al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah adalah :
1. Aisyah
2. Alwiyah
3. Ruqayyah
Wafat al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah
Al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah pulang ke rahmatullah pada tahun 1173 Hijriyah/1760 Masehi, ditempat beliau berda’wah yang hidup bersama keluarga yaitu di Kota Jambi tercinta. Beliau di maqamkan di pemaqaman Tambak Kelurahan Tahtul Yaman Kecamatan Pelayangan Seberang Kota Jambi. Maqam beliau ini dikenal sebagai maqam Keramat Tambak. Jazahullah ‘anil muslimin khairon. Semoga Allah turunkan pada maqam beliau rahmat, berkah dan futuhat yang dapat memberikan pada lingkungan sekitarnya terlebih penziarahnya berupa asror, berkah, ijabah wa qobul hajat.
Demikian penyampaian manaqib ini sebagai rangkuman dari seminar sehari yang dilaksanakan oleh Rabithah Alawiyyah Cabang Jambi pada tanggal 25 April 2009 di Gedung Rabithah Alawiyah Cabang Jambi dengan tema “Masuk dan Berkembangnya Islam di Jambi : Peranan Alawiyyin dan Perjuangan al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah”.
Adapun pembicara dalam seminar tersebut adalah :
1. DR. Idrus bin Alwi Al-Masyhur (Rabithah Alawiyah Pusat)
2. Drs. H. Junaidi. T. Noor, MM (Pensiunan PNS, Staf khusus Gubernur Jambi)
3. Quraisy bin Husin Bin Syahab (Rabithah Alawiyah Palembang)
4. Anis bin Syech Baraqbah (Zurriyah al-Habib Husin bin Ahmad Baraqbah)
5. Ir. Abdussalam Alwi Alhinduan, MBA (Rabithah Alawiyah Jambi)
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar